Rabu, 07 April 2010

Tugas Cultural Antrophologi

Masyarakat dan Kebudayaan
( Studi Kasus Pada Kebudayaan Bugis )


BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Masyarakat dan kebudayaan Indonesia pernah berkembang dengan pesatnya di masa lampau, walaupun perkembangannya dewasa ini agak tertinggal apabila dibandingkan dengan perkembangan di negeri maju lainnya. Betapapun, masyarakat dan kebudayaan Indonesia yang beranekaragam itu tidak pernah mengalami kemandegan sebagai perwujudan tanggapan aktif masyarakat terhadap tantangan yang timbul akibat perubahan lingkungan dalam arti luas maupun pergantian generasi. Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh. Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan nasional yang menerapkan teknologi maju untuk mempercepat pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru. Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini. Selain itu banyak negara lain yang berusaha untuk merebut kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia misalnya saja Malaysia yang megakui kebudayaan Indonesia seperti reog pronorogo sebagai hak miliknya selain itu juga beberapa pulau yang ikut diakuinya, untuk itu sebagai generasi muda penerus bangsa kita wajib untuk menjaga asset Negara. Dalam hal ini kita akan mempelajari unsur-unsur apa saja yang ada di setiap kebudayaan dan bagaimana penerapannya dalam kebudayaan atau suku tersebut sebagai salah satu cara dalam melestarikan kebudayaan dan lebih mengenal masyarakat dan kebudayaan Indonesia. Khususnya kita mempelajari pada suku bugis. Suku Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku suku Deutero-Melayu, atau Melayu muda. Masuk ke Nusantara setelah –gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata 'Bugis' berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan "ugi" merujuk pada
raja pertama kerajaan Cina (bukan negara Tiongkok, tapi yang terdapat di jazirah Sulawesi Selatan tepatnya Kecamatan Pammana Kabupaten Wajo saat ini) yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang/pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar didunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalam tradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk Banggai, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton. Dalam perkembangannya, komunitas ini berkembang dan membentuk beberapa kerajaan lain. Masyarakat Bugis ini kemudian mengembangkan kebudayaan, bahasa, aksara, pemerintahan mereka sendiri.

1.2 Perumusan Masalah
Dalam hal ini penulis akan membahas kebudayaan Indonesia salah satunya adalah suku bugis yaitu bagaimana penerapan unsur-unsur kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari mereka? misalnya apa saja kesenian yang ada disana? bagaimana bahasanya? dominan beragama apa? mata pencaharian mereka seperti apa pada setiap harinya? tingkat pendidikan?, dll. Hal tersebut diatas akan dijabarkan dalam buku ini.

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui dan menganalisis 7 unsur-unsur kebudayaan pada penerapannya di kebudayaan bugis seperti :

1.3.1 Bahasa
Suatu sistem perlambangan manusia yang lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi satu dengan lainnya, dalam karangan etnografi, memberi deskripsi tentang ciri-ciri terpenting dari bahasa yang diucapkan, beserta variasi-variasinya. Dalam hal ini kita akan melihat bagaimana bahasa yang digunakan oleh suku bugis tersebut.
1.3.2 Sistem Teknologi dan Alat Produksi
Tentang cara-cara memproduksi, memakai dan memelihara segala peralatan hidup dari suku bangsa dalam karangan etnografi disamping itu alat produksi yang dimaksud yaitu alat-alat untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam rangka kehidupan individu dan masyarakat secara keseluruhan.
Melihat bagaimana perkembangan teknologi suku bugis dan alat-alat apa saja yang digunakan untuk produksi dalam pekerjaan atau pencahariannya.
1.3.3 Sistem Mata Pencaharian
Memburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang, menangkap ikan, soal sumber alam dan modal, soal tenaga kerja, soal teknologi produksi, soal distribusi dan pemasaran, bercocok tanam menetap dengan irigasi.
Yaitu melihat bagaimana sistem dan apa mata pencaharian pada suku bugis tersebut.
1.3.4 Organisasi Sosial
Termuat yaitu unsur-unsur khusus dalam organisasi sosial seperti sistem kekerabatan. Misalnya lembaga kemasyarakatan yang dapat menyatukan individu yang lebih banyak menjadi sebuah kelompok masyarakat.
1.3.5 Sistem Pengetahuan
Disini dibahas juga perhatian anthropology terhadap pengetahuan yaitu sejauh mana atau tingkat berapa pengetahuan yang dimiliki oleh orang suku bugis.
1.3.6 Sistem Religi
Ada unsur-unsur khusus dalam rangka sistem religi. Agama apa yang kebanyakan dianut oleh orang-orang suku bugis
1.3.7 Kesenian
Termuat kesenian dalam etnografi, lapangan-lapangan khusus dalam kesenian. Kesenian atau kebudayaan apa yang dilestarikan atau dimiliki orang atau masyarakat suku bugis

BAB II
Kerangka Teoritis

2.1 Definisi Kebudayaan
Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya.

2.1.1 Definisi kebudayaan secara etimologi
Secara etimologi Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia

2.1.2 Definisi kebudayaan secara konseptual
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.
4. Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
5. William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima ole semua masyarakat.
6. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
7. Francis Merill
Pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social
Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.
8. Bounded et.al
Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
10. Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
11. Arkeolog R. Seokmono
Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.
2.1.3 Definisi kebudayaan secara operasional
Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

2.1.4 Instrumen teori kebudayaan

Sistem
Dimensi
Indikator
Kebudayaan
perilaku



Fisik

Bahasa
Organisasi sosial
Religi
kesenian
Karya
Ide/gagasan
Seni



2.2 Definisi Masyarakat
Masyarakat terbentuk dari kumpulan komunitas manusia yang menempati satu wilayah tertentu dan membutuhkan keamanan dan kesejahteraan secara bersama.

2.2.1 Definisi masyarakat secara etimologi
Secara etimologi (cabang ilmu linguistik yang mempelajari asal-usul suatu kata) istilah masyarakat berasal dari bahasa inggris society yang artinya kawan.

2.2.2 Definisi masyarakat secara konseptual
Menurut JL Gillin (sosiolog) dan JP Gilin (antropolog) masyarakat adalah sekelompok orang yang satu sama lain merasa terikat oleh kebiasaan tertentu, tradisi, perasaan, dan prilaku yang sama.
Menurut Koentjaraningrat masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinterasksi sesuai dengan adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan, dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

2.2.3 Definisi masyarakat secara operasional
Masyarakat adalah sekelompok orang yang berinteraksi dan terikat oleh tradisi, adat istiadat, dan norma atau hukum yang berlaku.

2.2.4 Instrumen teori masyarakat

Sistem
Dimensi
Indikator
Masyarakat
Hukum


Sosial
Tradisi
Kebiasaan
Adat istiadat
Interaksi
Komunikasi
Gotong royong



BAB III
Analisis dan Pembahasan

Unsur-unsur kebudayaan dan penerapannya pada kebudayaan bugis
3.1 Unsur bahasa pada kebudayaan bugis
Bahasa Bugis adalah bahasa yang digunakan etnik Bugis di Sulawesi Selatan, yang tersebar di kabupaten sebahagian Kabupaten Maros, sebahagian Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kabupaten Pinrang, sebahagian kabupaten Enrekang, sebahagian kabupaten Majene, Kabupaten Luwu, Kabupaten Sidenrengrappang, Kabupaten Soppeng,Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Bantaeng.
Masyarakat Bugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Contoh: selain itu antara lain memiliki jenis-jenis huruf seperti alphabet sebagai berikut :



Lontara adalah aksara tradisional masyarakat Bugis-Makassar. Bentuk aksara lontara menurut budayawan Prof Mattulada (alm) berasal dari "sulapa eppa wala suji". Wala suji berasal dari kata wala yang artinya pemisah/pagar/penjaga dan suji yang berarti putri. Wala Suji adalah sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat. Sulapa eppa (empat sisi) adalah bentuk mistis kepercayaan Bugis-Makassar klasik yang menyimbolkan susunan semesta, api-air-angin-tanah. Huruf lontara ini pada umumnya dipakai untuk menulis tata aturan pemerintahan dan kemasyarakatan. Naskah ditulis pada daun lontar menggunakan lidi atau kalam yang terbuat dari ijuk kasar (kira-kira sebesar lidi). Selain itu banyak penduduk yang masih dan juga menggunakan bahasa lain seperti bahasa Indonesia, bahasa Melayu
10
3.2 Unsur sistem teknologi dan alat produksi

CHANDUE (Candue)

Chandue adalah alat pemanen padi menjadi gabah yang menggunakan mesin Honda 4,5 PK. Ditemukan pertama kali oleh seorang putra daerah Pinrang bernama Chandue. Dan oleh penemunya mesin tersebut diberi nama sesuai namanya.
Chandue juga telah beberapa kali mengikuti pameran tekhnologi tepat guna di beberapa propinsi lain mewakili Provinsi Sul-Sel. Salah satunya adalah pameran tekhnologi tepat guna di Pontianak, Kalimantan Tengah, dimana produk ini terpilih sebagai produk terbaik. Chandue diproduksi oleh CV. Usaha Pinrang yang terletak di Jalan Salo no 78, Pinrang. Produk ini telah dipatenkan.
Alat penangkapan terbuat dari anyaman bambu berbentuk silinder dengan panjang 100 cm – 125 cm dengan diameter berkisar 50 cm – 60 cm, nelayan yang mengoperasikan penangkapan bubu/pakkaja disebut nelayan pattorani (nelayan penangkapan telur ikan terbang).

3.3 Unsur sistem mata pencaharian
Karena masyarakat Bugis tersebar di dataran rendah yang subur dan pesisir, maka kebanyakan dari masyarakat Bugis hidup sebagai petani dan nelayan. Mata pencaharian lain yang diminati orang Bugis adalah pedagang. Selain itu masyarakat Bugis juga mengisi birokrasi pemerintahan dan menekuni bidang pendidikan.

3.4 Unsur organisasi sosial
Dalam masyarakat Sulawesi Selatan ditemukan sistem kekerabatan. Sistem kekrabatan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Keluarga inti atau keluarga batih. Keluarga ini merupakan yang terkecil. Dalam bahasa Bugis keluarga ini dikenal dengan istilah Sianang , di Mandar Saruang Moyang, di Makassar Sipa’anakang/sianakang, sedangkan orang Toraja menyebutnya Sangrurangan. Keluarga ini biasanya terdiri atas bapak, ibu, anak, saudara laki-laki bapak atau ibu yang belum kawin.
b. Sepupu. Kekerabatan ini terjadi karena hubungan darah. Hubungan darah tersebut dilihat dari keturunan pihak ibu dan pihak bapak. Bagi orang Bugis kekerabatan ini disebut dengan istilah Sompulolo, orang Makassar mengistilkannya dengan Sipamanakang. Mandar Sangan dan Toraja menyebutkan Sirampaenna. Kekerabatan tersebut biasanya terdiri atas dua macam, yaitu sepupu dekat dan sepupu jauh. Yang tergolong sepupu dekat adalah sepupu satu kali sampai dengan sepupu tiga kali, sedangkan yang termasuk sepupu jauh adalah sepupu empat kali sampai lima kali.c. Keturunan. Kekerabatan yang terjadi berdasarkan garis keturunan baik dari garis ayah maupun garis ibu. Mereka itu biasanya menempati satu kampung. Terkadang pula terdapat keluarga yang bertempat tinggal di daerah lain. Hal ini bisanya disebabkan oleh karena mereka telah menjalin hubungan ikatan perkawinan dengan seseorang yang bermukim di daerah tersebut. Bagi masyarakat Bugis, kekerabatan ini disebut dengan Siwija orang Mandar Siwija, Makassar menyebutnya dengan istilah Sibali dan Toraja Sangrara Buku.
c. Pertalian sepupu/persambungan keluarga. Kekerabatan ini muncul setelah adanya hubungan kawin antara rumpun keluarga yang satu dengan yang lain. Kedua rumpun keluarga tersebut biasanya tidak memiliki pertalian keluarga sebelumnya. Keluraga kedua pihak tersebut sudah saling menganggap keluarga sendiri. Orang-orang Bugis mengistilakan kekerabatan ini dengan Siteppang-teppang, Makassar Sikalu-kaluki, Mandar Sisambung sangana dan Toraja Sirampe-rampeang.
d. Sikampung. Sistem kekerabatan yang terbangun karena bermukim dalam satu kampung, sekalipun dalam kelompok ini terdapat orang-orang yang sama sekali tidak ada hubungan darahnya/keluarga. Perasaan akrab dan saling menganggap saudara/ keluarga muncul karena mereka sama-sama bermukim dalam satu kampung. Biasanya jika mereka berada itu kebetulan berada di perantauan, mereka saling topang-menopang, bantu-membantu dalam segala hal karena mereka saling menganggap saudara senasib dan sepenaggungan. Orang Bugis menyebut jenis kekerabatan ini dengan Sikampong, Makassar Sambori, suku Mandar mengistilakan Sikkampung dan Toraja menyebutkan Sangbanua.
Kesemua kekerabatan yang disebut di atas terjalin erat antar satu dengan yang lain. Mereka merasa senasib dan sepenanggungan. Oleh karena jika seorang membutuhkan yang lain, bantuan dan harapannya akan terpenuhi, bahkan mereka bersedia untuk segalanya. Tradisi lain yang signifikan dalam perkembangan peradaban sosial politik, lanjut Pelras adalah nilai individualisme orang Bugis. Ciri kekerabatan orang Bugis adalah sistem kekerabatan bilateral atau sistem kekerabatan yang tidak mengarah pada ketatnya pembentukan kelompok kerabat serta tidak ada pengakuan nenek moyang bersama. Masyarakat Bugis memiliki sistem jaringan terstruktur dalam bentuk patron klein yaitu hubungan antara pemimpin dan pengikut atau hubungan antara patron dan kliennya adalah hubungan antara individu.

3.5 Unsur sistem pengetahuan
Sistem pengetahuan tentang pelayaran meliputi unsur-unsur pengetahuan seperti:
Pengetahuan tentang berlayar : adanya kepercayaan terhadap roh-roh yang mendiami satu tempat atau lokasi penagkapan. Untuk menghindari murkanya maka kesemuanya harus diselamati melalui upacara selamatan membuang daun sirih dan tembakau
Pengetahuan tentang musim dan hari pemberangkatan pa’torani berangkat pada bulan Maret atau bulan April (Musim Timur). Mereka percaya, bahwa kesalahan dalam penentuan waktu pemberangkatan dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan bahkan dapat menimbulkan hal yang fatal. Oleh karena itu pencatatan waktu pemberangkatan harus diperhitungkan secara cermat dan teliti mungkin. Penentuan hari baik dan hari jelek berdasarkan pada tradisi dan kebiasaan yang sudah lama dipertahankan atau berdasarkan pengalaman yang sudah berlangsung kali teruji kebenarannya, seperti hari pemberangkatan sedapat mungkin hari selasa, rabu, sabtu dan minggu. Selain hari itu merupakan pantangan untuk dijadikan sebagai hari pemberangkatan.
Pengetahuan tentang awan : kondisi awan juga menjadi pedoman bagi nelayan torani dalam melakukan aktifitasnya, seperti; bila awan tidak bergerak tetap pada posisinya berarti teduh dan angin tidak bertiup kencang, bila awan bergerak selalu berubah-ubah bentuk berarti akan ada angin kencang atau badai, bila arah awan gelapnya dari barat akan menuju timur berarti akan datang hujan atau badai.
Pengetahuan tentang bintang (mamau) dan Bulan : tanda lain yang sering juga diperhatikan adalah dengan melihat bintang, seperti; bintang porong-porong akan terjadi musim barat, bintang tanra tellu akan terjadi hujan lebat, bintang wettuing menjadi pedoman berlayar, bintang mano dan sebagainya.
Pengetahuan tentang petir dan kilat : petir dan kilat dimaknai suatu kekuatan bertujuan untuk mengusir/mengejar setan dilaut yang mengganggu nelayan beraktivitas. Oleh karena itu, setiap ada petir maupun kilat nelayan-nelayan pattorani menghetikan aktivitas sejenak lalu membaca matera doa keselamatan.
Pengetahuan tentang gugusan karang (sapa) : pengetahuan mengenai keberadaan gugusan karang (sapa) melalui tanda-tanda seperti; adanya pantulan sinar matahari yang nampak kelihatan bercahaya, keadaan ombak disekitar karang tenang dan tidak berarus, adanya gerombolan burung yang terbang rendah dengan menukik dan berkicau.
Pantangan (pamali) yang berkaitan dalam aktivitas pelayaran : hal-hal yang harus dihindari selama aktivitas pelayaran menurut kepercayaan nelayan adalah; tidak boleh bersiul-siul karena akan mengundang datangnya angin, dilarang mencelupkan alat-alat dapur dilaut karena dapat mendatangkan badai, Dilarang menghalangi atau menegur jalan seorang nelayan apabila hendak menuju ke perahu, dialarang memanggil orang yang berada didaratan apabila sedang berada diatas perahu, dilaran takabbur atau bicara hal-hal yang tidak sopan karena mengundang datangnya ikan hiu, dilarang tidur tengkurap atau tiarap selama berlayar.

3.6 Unsur sistem religi
Dominan masyarakat bugis menganut agama islam karena adanya sejarah penyebaran dan perkembangan islam disana.
Pengislaman Bugis
Sulawesi Selatan pada abad ke 16 mengalami suatu perubahan yang besar. Dalam tempoh masa ini, komuniti Bugis dan Makassar berjaya diislamkan oleh Abdul Makmur, seorang Minangkabau. Selanjutnya sejak abad ke 17 Masehi, Setelah menganut agama islam Orang bugis bersama orang aceh dan minang kabau dari Sumatra, Orang melayu di Sumatra, Dayak di Kalimantan, Orang Sunda dijawa Barat, Madura di jawa timur dicap sebagai Orang nusantara yang paling kuat identitas Keislamannya.Bagi orang bugis menjadikan islam sebagai Integral dan esensial dari adat istiadat budaya mereka. Meskipun demikian pada saat yang sama berbagai kepercayaan peninggalan pra-islam tetap mereka pertahankan sampai abad ke 20 salah satu peninggalan dari jaman pra islam itu yang mungkin paling menarik adalah Tradisi Para Bissu
3.7 Unsur kesenian
Seni tradisional adalah unsur kesenian yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum /puak /suku /bangsa tertentu.
Kecapi, salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai, diambil karena penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun.
Gendang, musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti rebana.
Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah.
Suling calabai (Suling ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan dimainkan bersama penyanyi
Suling dupa samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau acara penjemputan tamu.
Seni Tari
Tari pelangi; tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
Tari Paduppa Bosara; tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan.
Tari Pattennung; tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuan-perempuan Bugis.
Tari Pajoge’ dan Tari Anak Masari; tarian ini dilakukan oleh calabari (waria), namun jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.
Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa’, tari Pa’galung, dan tari Pabbatte
Beberapa permainan khas yang sering dijumpai di masyarakat Pinrang: Mallogo, Mappadendang, Ma’gasing, Mattoajang (ayunan), getong-getong, Marraga, Mappasajang, Malonggak.


BAB IV
Penutup

4.1 Kesimpulan
Suku kaum Bugis merupakan salah satu etnik yang terdapat di dalam kelompok ras berbilang bangsa di negeri Sabah. Kebanyakan suku kaum ini telah menetap di pantai Timur Sabah yaitu di daerah Tawau, Semporna, Kunak dan Lahad Datu. Dari aspek sosial, suku kaum ini lebih terkenal dengan kerabat pangkat diraja (keturunan dara), mementingkan soal status individu dan persaudaraan sesama keluarga. Dari segi perkahwinan,suku kaum ini lebih suka menjalinkan perkahwinan dengan keluarga terdekat dan perceraian pula merupakan hubungan sosial yang amat tidak disukai oleh suku kaum ini kerana ia meruntuhkan hubungan kekeluargaan dan bertentangan dengan nilai-nilai agama. Dari beberapa unsure kebudayaan diatas mari kita pelajari dan memahami betul makna atau arti dari setiap suku di Indonesia, karena dari sekian banyak suku, setiap sukunya memiliki kharakteristik masing-masing sesuai dengan kegunaan atau kepercayaan dari kaumnya.

4.2 Saran
Suku bugis adalah salah satu kebudayan yang dimiliki bangsa indonesia yang dapat memberikan aset atau keuntungan bagi bangsa, oleh karena itu perlu dijaga kelestariannya seperti dapat diperkenalkan ke luar negeri, dan kita sebagai penerus bangsa yang berjiwa muda harus dapat terus menjaga kebudayaan kita jangan sampai diambil bahkan diakui oleh negara lain. Begitupun pemerintah memberikan pengaruh besar terhadap kebudayaan indonesia dan untuk itu pemerintah juga harus memperhatikan, menjaga, dan memelihara budaya bangsa tersebut. Pada intinya semua berawal dari kesadaran manusia itu sendiri untuk menjaga apa yang menjadi kewajibannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar